Inspirasi Dari Ummul Mukminin Khadijah Radhiyallahu Anha
Sumber: Foto Milik Ketua PRA Pulo
Al-Huda.id- Setiap Jumat pagi, ibu-ibu Aisyiyah Ranting Muhammadiyah Pulo mengikuti pengajian rutin di Aula Masjid Jami Al Huda. Pengajian diselenggarakan oleh Bagian Tabligh yang membidangi program bidang dakwah Aisyiyah. Pengajian berlangsung mulai pukul 07.30 hingga 08.30 WIB.
Jumat pagi ini pengajian diisi oleh Abdul Mutaqin, Wakil Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok Barat yang membidangi Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan Kader, dan Majelis Pustaka dan Informasi. Selain itu, Abdul Mutaqin tercatat juga sebagai anggota Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok, Ketua Divisi Media dan Jurnalistik Korps Mubaligh Muhammadiyah Kota Depok, dan anggota Divisi Media, Informasi, dan Humas Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orda Depok.
Materi kajian yang diangkat pada kesempatan ini adalah pengantar “Sirah Ummul Mukminin: Khadijah Radhiyallahu Anha". Poin utama kajian seputar kedudukan perempuan pada masa jahiliyah dan bagaimana Khadijah, sebelum memeluk Islam, telah menjadi sosok luar biasa dalam sejarah pra-Islam. Abdul mengajak ibu-ibu Aisyiyah meresapi transformasi hidup Khadijah dari masa jahiliyah menuju peran utamanya sebagai Ummul Mukminin, istri Rasulullah Muhammad SAW.
"Kontribusi Ibunda Khadijah radhiyallahu anha pada masa pra-Islam itu sudah luar biasa sebelum beliau menjadi Ummul Mukminin. Khadijah bukan hanya seorang pebisnis sukses, tetapi juga seorang pendidik bagi putra-putrinya. Nanti, setelah menikah dengan Nabi SAW, beliau menjadi penopang dakwah Rasulullah SAW," ujar Abdul Mutaqin.
Menurut sejarawan, dalam struktur sosial masyarakat Arab Jahili, perempuan dibagi ke dalam dua kelas, pertama hamba sahaya (Ima’), yaitu mereka yang memiliki kedudukan sangat rendah, seperti penyanyi bar atau pelayan. Kedua adalah perempuan merdeka (al-Hurrah) yang memiliki kedudukan yang tinggi, seperti juru masak, penjahit, dan tukang servis kemah.
Termasuk ke dalam kelompok ini perempuan bangsawan seperti Khadijah yang biasanya memiliki beberapa pelayan, dan mereka ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam struktur sosial masyarakat Arab Jahili. Karena itu, Khadijah adalah pengecualian perempuan pada masa jahiliyah. Beliau tidak lahir dari kalangan perempuan rendah dan direndahkan oleh adat dan tradisi bangsa Arab pra Islam.
Nama beliau Khadijah binti Khuwailid bin Asad al-Quraisyiyyah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah al-Amariyah. Sebelum menikah dengan Muhammad, Khadijah pernah menikah dengan Abu Haalah Hindun bin an-Nabaasy at Tamimi. Dari pernikahan dengan Abu Halah, lahir putra-putri mereka. Khadijah juga pernah menikah dengan Atiq bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Dari pernikahan dengan Atiq, lahirlah Abdullah.
Abdul Mutaqin mengutip sebuah hadits riwayat Imam Muslim pada pengantar “Sirah Ummul Mukminin: Khadijah Radhiyallahu Anha" kali ini. “Ibu-ibu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Khadijah. Kata Nabi: “Inni qad ruziqtu hubbaha. Nabi shallallahu alaihi sallam bilang bahwa aku telah diberi rezeki dengan cintanya Khadijah.”
Poin kajian ini sangat relevan dengan realitas kehidupan sehari-hari, di mana ibu-ibu Aisyiyah diharapkan dapat mengambil keteladanan dari perjuangan dan dedikasi Khadijah radhiyallahu anha. Khadijah tidak hanya menjadi inspirasi bagi seorang istri dan ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai madrasah bagi putra-putri Rasulullah SAW.
Yang terpenting dari poin ini menurut Abdul Mutaqin adalah bahwa setiap perempuan atau para istri harus menempatkan dirinya sebagai karunia yang baik bagi suaminya. Ia harus bisa menjadi pendamping setia di samping sang suami bahwa kehadiran seorang istri di dalam rumah tangga adalah rezeki yang membawa kebaikan bagi suami, keluarga, dan umat.
Abdul Mutaqin mengajak ibu-ibu Aisyiyah Ranting Muhammadiyah Pulo menjadikan Khadijah sebagai contoh teladan dalam mengarungi rumah tangga, menjadi penunjang utama bagi keluarga, serta ikut berkontribusi dalam dakwah Islam di lingkungan mereka masing-masing. [AM].