Bumi Syam dan Palestina (Bag.3)

Hikmah:  Meneguhkan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad SAW
Dunia-Islam

PADA era nabi, Rasulullah SAW telah menaruh perhatian besar pada bumi Syam. Tercatat, pernah ada upaya awal pembebasan tanah ini, yakni pada peristiwa perang Mu'tah (8 H/629 M) dan Tabuk (9 H/630 M). Dua peperangan ini merupakan contoh konkret upaya pembebasan bumi Syam sebagai bentuk kepedulian beliau pada Bumi Para Nabi ini. 

Seperti diketahui, perang Mu’tah dan Tabuk merupakan upaya Rasulullah SAW dan kaum muslimin mengakhiri dominasi Romawi Timur (Byzantium) dan Persia, penguasa Kristen dan Majusi yang menguasai wilayah itu. Perang Tabuk juga dalam rangka mengkonfrontasi pasukan Romawi yang telah bergerak untuk menghabisi kekuatan Islam, meskipun akhirnya mereka memilih melarikan diri.

Sepeninggal Rasulullah SAW, upaya pembebasan bumi Syam terus dilakukan. Pada masa Khalifah Abu Bakar RA, meskipun beliau sedang menghadapi gerakan orang-orang murtad (riddah) dan orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat, beliau tetap mengirim pasukan Usamah bin Zaid menuju Syam sebagai amanah Rasulullah SAW menjelang wafat beliau. Khalifah Abu Bakar melakukan upaya pembebasan Syam ini pada 12 H/633 M, segera setelah menumpas kaum murtad dan kelompok anti zakat.

Khalifah Abu Bakar juga pernah mengirim pasukan ke wilayah Palestina dan Yordania. Dua orang sahabat yang memimpin pasukan yakni Amru bin Ash untuk membebaskan Palestina dan Syurahbil bin Hasanah untuk membebaskan Yordania. 

Khalifah Abu Bakar juga mengangkat Khalid bin Walid saat beliau mengirim pasukan ke Persia. Saat itu Persia berada di bawah kekuasaan bangsa asli Persia, Romawi yang bertugas di wilayah Persia, dan bangsa Arab yang anti Islam.

Puncak pembebasan bumi Syam era Khalifah Rasyidah terjadi pada 19 H/640 M, pada masa khalifah Umar bin Khattab RA. Masa khalifah Umar memang dicatat sebagai era futuhat al-Islamiyyah atau era pembebasan besar-besaran wilayah menjadi bagian wilayah kekuasaan Islam.

Di masa awal kekhalifahan Umar, upaya pembebasan meliputi wilayah-wilayah kekuasaan Persia seperti Ubulla (Apollo), Tsini, Walijah, Allais, Hirah, Anbar, dan Ain Tamr serta wilayah yang dikuasai Romawi Timur (Byzantium) seperti Kota bandar Ayla (Elat), Bostra (Busra), dan Ghassaniah; yakni sebagian wilayah Syam.

Ada lebih dari 20 kota dan desa-desa di bumi Syam yang berhasil dibebaskan pada era Khalifah Rasyidah ini dari belenggu Kekaisaran Romawi dan Persia. Keberhasilan pembebasan ini diraih baik dengan cara damai, cara damai setelah masa pengepungan yang panjang, dan peperangan sebagai cara terakhir apabila cara-cara damai tidak diindahkan penguasa saat itu.

Beberapa kota yang dibebaskan dengan cara damai antara lain Baalbek (sekarang Lebanon). Kota ini merupakan pusat pertahanan Romawi paling penting di kawasan Syam. Kaisar Romawi; Heraclius membangun benteng di kota ini dan menyiapkan pasukan untuk diperbantukan ke kota-kota lain yang membutuhkan di seantero Syam. 

Ada dua kali (tahun 13/634 M dan 14 H/635 M) upaya pasukan Islam menguasai Baalbek. Namun perang demi perang terjadi begitu cepat dan mengalihkan fokus pasukan Islam hingga rencana menguasai kota ini ditangguhkan. 

Barulah seusai perang Yarmuk (15 H/ 636 M), Khalid bin al-Walid berhasil menaklukkan Baalbek tanpa pertumpahan darah. Sebelum kedatangan pasukan Khalid, Baalbek telah kosong ditinggalkan pasukannya. Heraclius telah memindahkan pasukannya dari Baalbek menuju kota kuno Baisan di Palestina untuk membantu pasukan Romawi menghadapi pasukan Islam di sana. Kondisi inilah yang membuat pembebasan Baalbek berlangsung damai tanpa pertumpahan darah.

Setelah kota Baalbek, berikutnya kota Ma’arrah (sebelah selatan Provinsi Idlib, Suriah) dan kota Manbij (timur daya Aleppo, Suriah) dibebaskan. Keduanya dibebaskan dengan damai pada 16 H/634 M oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah.

Berikutnya kota Hama di Suriah juga dibebaskan tanpa pertumpahan darah oleh Abu Ubaidah setelah sebelumnya panglima yang memeluk Islam melalui Abu Bakar RA ini menaklukkan Homs pada tahun 17 H/638 M. Kepemimpinan kota Homs lalu diserahkan Abu Ubaidah kepada panglima yang lain yakni Ubadah bin ash-Shamit. 

Abu Ubaidah kemudian bertolak menuju Rastan dan menaklukkan desa tersebut sebelum sampai ke Hama dan membebaskannya. Hama dapat dikuasai Abu Ubaidah tanpa peperangan setelah penduduknya setuju dengan kesepakatan membayar pajak dan kharaj.

Kota-kota lain yang turut dibebaskan dengan damai yaitu Halb (Aleppo, Suriah) dan Syaizar (kini bagian Provinsi Hama, Suriah) oleh Abu Ubaidah pada tahun yang sama. 

Pembebasan bumi Syam secara damai adakalanya diperoleh setelah memalui proses pengempungan yang panjang. Beberapa di antaranya diwarnai dengan kontak senjata. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota-kota besar dengan pengamanan yang sangat ketat.

Kota-kota yang dibebaskan dengan cara ini yaitu Damaskus. Damaskus dikepung selama 40 hari pada 13 H/635 M. Lima batalyon yang ditunjuk sejak masa khalifah Abu Bakar bersama-sama melakukan pengepungan. Sebelumnya, Khalid bin Walid telah berhasil mendapat simpati melalui perjanjian dengan penduduk Kristen Damaskus yang bertahun-tahun ditindas oleh Imperium Romawi. 

Seorang pendeta Nasrani mengabarkan akan ada pesta kepada Khalid bin Walid yang menginap di gereja di luar tembok Kota Damaskus. Pesta perayaan itu digelar menyambut kelahiran salah satu anak Nisthas bin Nasthuras, penguasa Kota Damaskus. Di tengah malam, saat pasukan Romawi sedang mabuk dan kelelahan setelah perayaan, Khalid bin al-Walid bersama pasukan terbaiknya berhasil menyelinap masuk melalui gerbang timur Damaskus. 

Sadar pasukan Khalid telah menyerang dan tak mungkin dihentikan, Tomas, jenderal Romawi bergegas menemui Abu Ubaidah yang berada di gerbang al-Jabiyah di bagian barat Damaskus dan membuat kesepakatan damai. Damaskus jatuh ke tangan pasukan muslimin.

Berikutnya adalah kota Baitul Maqdis (Jerussalem, Palestina). Kota ini dikepung oleh gabungan dua pasukan yang dipimpin Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Amr bin al-‘Ash. Pengepungan berlangsung selama 6 bulan, dimulai bulan Syawal tahun 15 H/636 M. Setelah enam bulan, Patriark Sophronius yang mengepalai keuskupan di Jerussalem memilih untuk menyerahkan kota al-Quds, namun dengan syarat Khalifah Umar sendiri yang datang untuk acara serah-terima kunci gerbang kota.

Berikutnya kota Homs (kota terbesar ketiga di Suriah, setelah Damaskus dan Aleppo (Halb) menyusul dibebaskan. Ditaklukkan pada tahun 16 H/637 M oleh pasukan Khalid bin al-Walid dengan jaminan keamanan senilai 71.000 dinar.

Terakhir kota Raqqah (utara Suriah) dibebaskan sekitar Sya'ban pada 18 H/639 M oleh panglima Iyadh bin Ghanam al-Fihri. Iyadh mengepung kota Raqqah hingga berhasil merebutnya dengan jalan damai dan berhasil menjangkau kota-kota lain seperti Sanliurfa, Harran, dan Sumaisath (Samosata). Ketiganya terletak di Anatolia (Asia Kecil) dan kini bagian dari Turki.

Iyadh merupakan panglima pengganti Abu Ubaidah bin al-Jarrah yang wafat akibat wabah tha’un (pes) yang bermula dari kota Imwas di dekat Jerussalem pada awal tahun 18 H/639 M. Iyadh kemudian menerima kepemimpinan di daerah utara Syam yang bertanggung jawab atas kota Aleppo, Qinnisrin, dan Jazirah Furatiyah. 

Berikutnya kota-kota yang ditaklukkan dengan cara perang dan operasi militer. Di antara kota-kota tersebut yaitu Kota Gaza (Palestina). Kota ini dibebaskan pada 14 H/634 M oleh pasukan Amr bin al-‘Ash as-Sahmi seusai perang di Ajanadain.

Berikutnya kota Qirqisia (Circesium, kota kuno di perbatasan Suriah-Irak, dekat kota Dier az-Zor). Kota ini dibebaskan pada bulan Ramadan 17 H/638 M oleh pasukan dari Irak yang dikirim oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, komandan utama pasukan Irak.

Selanjutnya kota Ra’sul ‘Ain (Provinsi Idlib, Suriah). Kota ini ditaklukkan oleh Umair bin Sa’ad al-Qari’ bin Ubaid al-Anshari yang diutus oleh Iyadh bin Ghanam pada tahun 19 H/640 M.