Hukum Menjamak Shalat Saat Mengikuti Kegiatan Muhammadiyah

Hikmah:  Meneguhkan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad SAW
Putusan-Tarjih

Al-Huda.id-Oleh: Ustaz Nur Fajri Romadhon*

 

Sebagian warga Muhammadiyah masih ragu untuk menjamak shalat Zuhur dan Ashar. Saat mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah baik di tingkat Ranting atau Cabang, karena agenda yang padat, panitia menganjurkan peserta untuk menjamak shalat. Keraguan ini dianggap wajar karena pendapat mayoritas ulama memang tidak membolehkan menjamak shalat dalam kondisi tidak sedang safar.

 

Akan tetapi, pendapat di atas ?tidak membolehkan menjamak shalat dalam kondisi tidak sedang safar? bukan merupakan kesepakatan ulama dan merupakan satu-satunya pendapat dalam fikih. Ada pendapat banyak ulama yang membolehkan menjamak shalat karena kebutuhan meski tidak sedang safar. Di antara mereka ialah sebagian ulama mazhab Sy?fi?iyy seperti Ibnul Mundzir, Al-Qaff?l Asy-Sy?syiyy, dan Al-Marwaziyy. Juga pendapat Asyhab dari mazhab M?likiyy, dan Ibnu S?r?n dan Rab??ah dari kalangan t?bi??n. [Al-Majm?? IV/384 & Fat?ul B?r? II/24].

 

Inilah pendapat yang dipandang lebih kuat dan dipilih oleh Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.?

 

Pada tahun 2004, MTT Pusat pernah membahas masalah ini berdasar pertanyaan: ?Bolehkah seseorang menjamak/mengqashar shalat apabila dia sedang mengikuti sidang/musyawarah/kegiatan yang sangat penting dan tidak bisa ditunda?? MTT Pusat menjawab: ?? menjamak shalat karena sedang hajat adalah boleh, asalkan tidak dijadikan kebiasaan.? [Tanya Jawab Agama VI/80-83].

 

Di antara dalil kebolehan menjamak salat bagi nonmusafir karena ada kebutuhan selama tidak jadi kebiasaan tadi ialah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyall?hu ?anhum? di mana beliau berkata: Rasulullah shallall?hu ?alaihi wasallam shalat Zuhur dan Ashar secara jamak, dan juga Maghrib dan Isya? secara jamak, tanpa karena takut dan bepergian.? [HR. Muslim].

 

Akan tetapi, penting diingat bahwa kebolehan menjamak di atas tidak boleh didasarkan pada kebiasaan tanpa memperhatikan faktor hajat/keperluan. Misalnya, setiap mengadakan kegiatan kemuhammadiyahan selalu ditradisikan menjamak shalat, padahal agendanya tidak padat serta tak ada keperluan/hajat. MTT Pusat pun sudah pertegas di fatwa lain: ?? jangan dijadikan kebiasaan, karena hanya merupakan keinginan. Jadi, hanya dalam keadaan yang sangat memerlukan ?.? [Tanya Jawab Agama III/86].

 

Parung, 2 Desember 2023

 

*Penulis merupakan Ketua MTT PDM Kota Depok & Wakil Ketua MTT PWM Provinsi DKI Jakarta

 

Editor: Abdul Mutaqin