Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Bag. 4 habis)

Hikmah:  Meneguhkan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad SAW
Tokoh

Sumber: Gedung Pusat Kesengsaraan Umum (PKU) Muhammadiyah Yogyakarta tempo dulu. Foto WIKIPEDIA

Mendirikan Muhammadiyah

Jangkauan aktivitas Dakwah KH Ahmad Dahlan sudah menembus batas-batas wilayah. Maka, semakin besar tangungg jawab dan semakin berat pula tantangannya. Oleh karena itu, KH Ahmad Dahlan membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain. Kenyataan ini dipahami oleh kolega dan murid-muridnya. Mereka bahkan mendesak KH Ahmad Dahlan untuk segera mendirikan perkumpulan agar gagasan-gagasan pembaharuan yang beliau sampaikan semakin efektif.

Setelah merenungi desakan itu, serta dukungan dan masukan dari berbagai pihak, KH Ahmad Dahlan mendirikan sebuah perkumpulan pada 18 November 1912 M, bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H. Perkumpulan itu diberi nama Muhammadiyah.

Disusunlah pengurus perkumpulan Muhammadiyah pertama kali itu terdiri dari 9 (sembilan) orang, sebagai berikut:

1. Ketib Amin : Kyai Haji Ahmad Dahlan.

2. Penghulu : Abdullah Sirat.

3. Ketib Cendana : Haji Ahmad

4. Kebayan : Haji Muhammad.

5. Carik : Haji Muhamad Pakih.

6. Haji Abdurahman.

7. Raden Haji Sarkawi.

8. Raden Haji Jelani.

9. Haji Akies.

Pada 20 Desember 1912, KH Ahmad Dahlan mengajukan rechtpersoon surat permohonan kepada pemerintah agar Muhammadiyah diakui sebagai organisasi berbadan hukum dan diakui pemerintah. Permohonan itu disetujui oleh pemerintah pada 22 Agustus 1914 meskipun izin operasional Muhammadiyah saat itu dibatasi hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta.

Sebagai gerakan Islam, tentu saja pemerintah Kolonial Hindia Belanda merasa khawatir dengan aktivitas Muhammadiyah. Oleh karena itu, meskipun izin diberikan, namun ruang gerak Muhammadiyah dibatasi.

Keputusan pemerintah ini disiasati dengan cerdik oleh KH Ahmad Dahlan. Beliau menganjurkan para pengurus Muhammadiyah di luar daerah Yogyakarta memakai nama lain untuk pendirian organisasi ini. Maka, berdirilah Muhammadiyah di Pekalongan dengan nama Nurul Islam, Al Munir di Makassar, Alhidayah di Garut, dan Sidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah (SATF) di Solo.

Muhammadiyah mulai berkembang pesat pada 1917 setelah Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta. Melalui pidatonya, KH Ahmad Dahlan sebagai tuan rumah mampu mempesona peserta kongres. Banyaklah permintaan dari anggota kongres untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di beberapa wilayah di Jawa.

Pengurus Muhammadiyah menerima permintaan dari beberapa daerah untuk mendirikan cabang-cabangnya. Untuk mencapai maksud ini, Anggaran Dasar Muhammadiyah yang kala itu membatasi diri hanya sebatas kegiatan-kegiatan di Yogyakarta diubah. Langkah ini dilakukan pada 1920 ketika wilayah operasi Muhammadiyah sudah meliputi seluruh pulau Jawa. Setahun kemudian, pada 1921, Muhammadiyah sudah mulai berkembang ke seluruh wilayah nusantara.

Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan sebagai milik bersama. Oleh karena itu, Muhammadiyah dikelola dengan cara yang demokratis. Setiap tahun diselenggarakan Algemeene Vergadering (persidangan umum) untuk mengevaluasi kerja pengurus dan memilih kepengurusan baru.

Pada 17 Juni 1920 misalnya, diadakan Rapat Anggota Istimewa yang dihadiri oleh lebih kurang 200 anggota dan simpatisan. Rapat ini digelar untuk membicarakan rencana melebarkan gerakan Muhammadiyah di berbagai bidang. Forum ini dipimpin langsung KH Ahmad Dahlan. Agendanya antara lain mengukuhkan empat bagian baru dalam Kepengurusan (Hoofdbestuur) Muhammadiyah.

Beberapa tokoh diberi tanggung jawab mengurus bidang masing-masing. Pada waktu itu, Bagian Sekolahan diketuai HM Hisyam. Bagian Tabligh dan Taman Pustaka masing-masing dinahkodai oleh HM Fakhrudin dan HM Mokhtar. Pada kesempatan itu pula, Haji Syudja dilantik menjadi ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Umum (PKU).

Saat pelantikan, Haji Syudja dipersilakan menyampaikan berbagai rencana. Di antara poin-poin yang diutarakan, dengan penuh keyakinan Haji Syudja menyebut akan membangun Hospital, rumah miskin, dan panti yatim. Sebagian hadirin menganggap aneh gagasan itu. Beberapa dari mereka bahkan menertawakannya. Namun, KH Ahmad Dahlan menyambut baik gagasan Haji Syudja ini dan mendoakan agar Allah Ta'ala meridhai dan memberikan kelancaran mewujudkan gagasan tersebut.

Haji Syudja membuktikan gagasannya. Pada 15 Februari 1923, berdiri Rumah Sakit PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) di kampung Jagang Notoprajan, No.72 Yogyakarta sebelum berpindah lokasi ke Jalan Ngabean? No.12 B, Yogyakarta pada 1928. Saat itu PKO masih berupa klinik.

Gerakan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan memiliki ciri dan bentuk pergerakan tersendiri pada masanya. Di satu sisi Muhammadiyah menentang penjajahan, namun di lain sisi KH Ahmad Dahlan sangat terbuka mengadopsi sesuatu yang dianggap baik dari Barat demi kemajuan bangsa.

Demikianlah sekilas sosok KH Ahmad Dahlan yang amat perhatian pada persoalan kebangsaan dan keumatan. Pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan yang digagasnya merupakan persoalan keumatan yang kongkrit dan autentik. KH Ahmad Dahlan adalah sosok man of action. He made history for his work than his words bersama dengan murid-muridnya memecahkan problem kronis ummat dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, panti yatim dan rumah miskin saat itu. Semoga Allah melapangkan kubur "Sang Pencerah" dan mengucurkan nikmat kubur kepada beliau sampai hari kiamat.|

_______

Abdul Mutaqinadalah guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Pembangunan UIN Jakarta.Anggota Majelis Pustaka dan Infromasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok.