Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Bag.2)
Sumber: Kyai Ahmad Dahlan. Sumber foto: 107 Tahun Kebangkitan Nasional K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
Sosial Budaya Selingkung KH Ahmad Dahlan
Di masa lalu, sebelum gerakan pembaruan dilakukan KH Ahmad Dahlan, ajaran Islam itu misterius, penuh mistik, tahayul, dan hanya terkait persoalan sesudah mati. Selain itu, tidak setiap orang bebas memperoleh pembelajaran ajaran Islam karena memperolehnya memerlukan persyaratan yang rumit. Dunia sosial kaum Muslimin dipenuhi selimut tebal jimat, perdukunan, benda dan orang keramat, serta kisah-kisah membingungkan. Sementara, tiap orang sibuk dengan diri sendiri tanpa pemimpin yang memberi arah pada Islam yang benar.
Soal tahayul dan jimat yang merajalela saat itu disinggung peneliti Karel A. Steenbrink tentang ?Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19?. Dalam laporan itu dinyatakan ada lima macam guru yang berperan menyebarkan pengetahuan di dalam kehidupan umat. Salah satu dari lima macam guru itu disebutkan Steenbrink ialah Guru Ilmu Gaib dan Penjual Jimat. Steenbrink menegaskan, bahwa Kemampuan guru Ilmu Gaib dan Penjual Jimat sering dikuasai oleh guru kitab dan guru tarekat, di samping dipraktekkan juga oleh orang yang tidak termasuk golongan di atas.
Kyai Haji Ahmad Dahlan menilai praktik keagamaan masyarakat banyak yang menyimpang dari ajaran dan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Masyarakat mencampuradukan praktik ibadah dengan tradisi agama yang sudah ada sebelumnya. Kyai Haji Ahmad Dahlan menilai praktik demikian sebagai penyimpangan yang harus segera diluruskan. Apabila dibiarkan, penyimpangan umat Islam akan semakin jauh.
Kyai Haji Ahmad Dahlan terus mendakwahkan perlunya umat Islam meningkatkan pengetahuan agama yang sesuai dengan syariat yang digariskan Nabi Muhammad SAW. Dakwah Kyai Haji Ahmad Dahlan ini menarik beberapa anggota masyarakat, namun tidak sedikit pula yang menolak bahkan menganggapnya sebagai ajaran yang sesat.
Soal Arah Kiblat
Tudingan kesesatan ajaran KH Ahmad Dahlan yang cukup ramai adalah pendapat beliau soal arah kiblat. Masyarakat masa itu melakukan shalat lima waktu hanya mengikuti adat istiadat, termasuk dalam hal membangun masjid. Banyak masjid tidak sesuai arah kiblat, tapi mengikuti pakem adat orang-orang tua yakni mengikuti arah rentetan jalan utama di suatu wilayah di mana masjid dibangun. Kesalahan ini menjadikan banyak masjid tidak tepat menghadap ke arah Kabah di Masjidil Haram.
Sebagai ulama yang menguasai ilmu falak, KH Ahmad Dahlan terpanggil untuk melakukan perbaikan arah kiblat masjid-masjid di Yogyakarta, termasuk kiblat Masjid Gedhe Kauman. KH Ahmad Dahlan memulai dakwah ini dengan diskusi soal arah kiblat yang dihadiri para ulama di rumahnya. Dari diskusi ini, KH Ahmad Dahlan mengusulkan untuk membangun langgar lebih besar di dekat rumahnya dengan kiblat sesuai dengan arah yang semestinya.
Dalam waktu sembilan bulan, berdirilah langgar baru di dekat rumah KH Ahmad Dahlan dengan arah kiblat berbeda termasuk berbeda dengan arah kiblat Masjid Gedhe Kauman. Maka, dalam waktu yang singkat, langgar itu menjadi pergunjingan dalam masyarakat. KH Ahmad Dahlan merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan permasalahan kiblat langgar barunya itu, maka, pada 1897 KH Ahmad Dahlan membentuk Majelis Musyawarah Ulama untuk memecahkan masalah kiblat secara umum. Lalu, pada 1898, KH Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama ke langgarnya untuk mendiskusikan masalah kiblat ini.
KH Ahmad Dahlan membuka diskusi dengan penjelasan arah kiblat sesuai ilmu falak, terutama tentang kesalahan arah kiblat masjid-masjid di Yogyakarta dengan menggunakan alat bantu peta dan kompas. Berdasarkan alat bantu tersebut arah kiblat di Yogyakarta harus bergeser 22 derajat ke arah barat laut sehingga lurus dengan Ka'bah yang ada di Kota Mekkah. Pendapat KH Ahmad Dahlan ditanggapi oleh ulama yang lainnya dengan mengacu pada kitab-kitab lama yang dipelajarinya.
Diskusi berlangsung sangat serius dengan paparan argumentasi masing-masing. Namun, diskusi yang baru selesai saat menjelang shalat Subuh itu tidak menghasilkan suatu kesimpulan. Boleh jadi, karena sejak semula sudah disepakati bahwa acara diskusi hanya menjadi tempat bertukar pikiran saja.
Diam-diam, anak-anak muda Kauman mengikuti diskusi di langgar KH Ahmad Dahlan dari balik dinding langgar. Anak-anak muda ini malah berani mengambil kesimpulan bahwa pendapat KH Ahmad Dahlan lah yang benar dan rasional karena bisa dibuktikan dengan alat bantu yang mendukung penjelasan beliau lebih saintifik. Anak-anak muda inilah kemudian yang bergerak setelah beberapa hari acara diskusi berlalu. Mereka membuat garis shaf dari kapur di lantai Masjid Gedhe Kauman menunjuk ke arah barat laut sesuai dengan arah kiblat yang dijelaskan KH Ahmad Dahlan.
Peristiwa ini membuat gempar masyarakat Kauman. Abdi Dalem yang bertugas mengelola Masjid Gede Kauman marah. Kyai Haji Kholil Kamaludiningrat lalu memerintahkan membersihkan garis tersebut. Kyai Haji Kholil memerintahkan pula Abdi Dalem yang lain untuk menyelidiki pelaku pembuat garis tersebut.
Garis-garis shaf baru di Masjid Gedhe Kauman itu persis dengan pendapat KH Ahmad Dahlan dalam diskusi beberapa hari yang lalu. Maka, Penghulu Kepala masjid Gedhe Kauman berkesimpulan perbuatan tersebut dilakukan oleh orang-orang suruhan KH Ahmad Dahlan. KH Ahmad Dahlan segera menemui Penghulu Kepala untuk menjernihkan permasalahan tersebut. KH Ahmad Dahlan menjelaskan dirinya tidak terkait dengan pembuatan garis shaf tersebut.
Penyelidikan terus dilakukan. Akhirnya, pelaku pembuat garis shaf di Masjid Gede Kauman ditemukan. Mereka adalah anak-anak muda berusia belasan tahun yang berusaha membetulkan arah kiblat masjid atas keinginan sendiri karena apa yang disampaikan oleh KH Ahmad Dahlan mereka pandang benar.
KH Ahmad Dahlan terus mensosialisasikan gagasannya tentang arah kiblat kepada masyarakat. Para penghulu mulai gerah, sebab gagasan KH Ahmad Dahlan ini dinilai sebagai pelanggaran karena menentang pendapat Kepala Penghulu. Atas dasar itu, KH Ahmad Dahlan diberhentikan dari jabatannya sebagai khatib di Masjid Gedhe Kauman.
Sanksi pemberhentian ini tidak menyurutkan keyakinan KH Ahmad Dahlan soal arah kiblat, apalagi mengendorkan aktivitas dakwahnya di masyarakat. Bahkan, KH Ahmad Dahlan terus meluaskan wilayah dakwahnya, makin sibuk dalam kegiatan kemasyarakatan yang beragam, dan mudah diterima oleh semua lapisan masyarakat. Pada 1908 Kyai Haji Ahmad Dahlan rutin bersilaturahmi dengan kalangan priyayi pengurus perkumpulan Boedi Oetomo. Melalui Joyosumarto, KH Ahmad Dahlan berkenalan dengan Dokter Wahidin Soedirohoesodo ketua Boedi Oetomo Yogyakarta.