Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Bag.3)

Hikmah:  Meneguhkan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad SAW
Tokoh

Giat Berorganisasi

KH Ahmad Dahlan sosok santri berpikiran terbuka. Beliau supel dan tidak membatasi diri bergaul dengan banyak kalangan. Pergaulannya dengan para tokoh Boedi Oetomo pun, mengantarnya resmi menjadi anggota perkumpulan ini pada 1909. Sebagai anggota baru, KH Ahmad Dahlan menyatakan sanggup melaksanakan tugas yang dibebankan oleh perkumpulan sesuai dengan kemampuannya.

Aktivitas KH Ahmad Dahlan pada Boedi Oetomo ini menjadikan beliau memahami tata cara mengatur organisasi. Kelak, cara yang sama dipraktikkan KH Ahmad Dahlan saat mendirikan organisasi Muhammadiyah.

Sebagai seorang yang mengerti betul falsafah hidup seorang muslim, masuk ke dalam perkumpulan Boedi Oetomo bukan semata-mata mencatatkan diri sebagai anggota, melainkan KH Ahmad Dahlan membawa misi utama, yaitu agar bisa melakukan dakwah di kalangan priyayi pada perkumpulan ini. Maka, tiap kali selesai kegiatan rapat anggota, KH Ahmad Dahlan diberi kesempatan menyampaikan materi pengetahuan agama Islam.

Anggota Boedi Oetomo memberikan apresiasi dakwah KH Ahmad Dahlan ini. Para anggota perkumpulan itu menyimak penjelasan KH Ahmad Dahlan dengan penuh perhatian. Nyatalah bahwa, Boedi Oetomo merupakan ladang dakwah Islam baru untuk kalangan priyayi yang umumnya penganut Islam abangan.

Selain Boedi Oetomo, KH Ahmad Dahlan juga mendaftarkan diri sebagai anggota organisasi Jami'at Khair pada 1910. Organisasi ini umumnya beranggotakan orang-orang Arab yang bergerak dalam bidang pendidikan, agama, dan aktivitas sosial. Lagi-lagi, KH Ahmad Dahlan membawa misi khusus. Beliau masuk menjadi anggota ini agar memiliki akses informasi tentang pemikiran-pemikiran pembaharuan dari Timur Tengah.

KH Ahmad Dahlan menuai banyak keuntungan melalui aktivitas pada organisasi-organisasi tersebut. Pertama, ruang dakwah dan dukungan masyarakat yang semakin luas, tidak sebatas pada kaum santri, tapi juga menembus kalangan priayi. Kedua, menyerap kecakapan bagaimana mengatur organisasi yang tertata rapi dan modern. Ketiga, mendapatkan akses informasi perkembangan pemikiran pembaharuan Islam Internasional, terutama dari Timur Tengah. Keempat, gagasan-gagasan utamnya mengenai pembaharuan mulai mendapat dukungan dari masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan.

Menggagas Model Pendidikan Baru

Pada masa kolonial Belanda, ada dua sistem pendidikan di Indonesia: pendidikan umum yang sekular dan pendidikan Islam yang anti ilmu-ilmu umum. Perlu juga ditegaskan, pada masa awal penjajahan, ketika kekuasan berada di tangan VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie), sudah ada corak pendidikan, yakni pendidikan Kristen. Belakangan, yang menguat adalah pendidikan yang tidak memasukkan agama di dalamnya yang kemudian disebut pendidikan umum.

Di lain sisi, pendidikan Islam juga menguat dengan pesantren sebagai basis institusinya. Hanya saja, umumnya pesantren saat itu tidak mengajarkan ilmu selain ilmu-ilmu ke-Islaman. Dua pola sistem pendidikan inilah yang menjadi arus utama sistem pendidikan kala itu.

KH Ahmad Dahlan punya pandangan soal pendidikan. Menurutnya pendidikan bisa dijadikan sebagai sarana yang efektif untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sebuah bangsa. Oleh karena itu perlu dirancang sistem dan model pendidikan baru yang akan menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan kehidupan dalam masyarakat.

KH Ahmad Dahlan tidak sekadar berteori. Pada 1911 ia mempraktikkan gagasannya dengan mendirikan sekolah yang mengajarkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum secara berimbang. Di sekolah rintisannya itu, KH Ahmad Dahlan menjadi guru dengan siswa hanya berjumlah 8 (delapan) orang.

Ruang tamu rumah KH Ahmad Dahlan disulap menjadi ruang kelas. Ruang berukuran 2,5 meter x 6 meter itu dijadikan sebagai pusat pembelajaran. Akan tetapi, gagasan KH Ahmad Dahlan ini tidak berjalan mulus. Beberapa orang di lingkungan itu tidak senang dengan memboikot sekolah baru itu. Murid-murid KH Ahmad Dahlan menjadi malas sekolah. Namun dengan telaten, KH Ahmad Dahlan terus membujuk murid-muridnya untuk terus masuk sekolah.

Melalui sekolah ini, KH Ahmad Dahlan membuktikan bukan hanya seorang juru dakwah, melainkan sosok pendidik yang memahami ilmu pedagogik. KH Ahmad Dahlan mampu menyajikan pembelajaran secara mudah, menarik, dan menyenangkan. Tidak heran, dari hari ke hari jumlah murid di sekolahnya terus bertambah.

Merespons perkembangan murid sekolah yang terus meningkat itu, pada 1 Desember 1911 secara resmi sekolah ini diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Sekolah ini menjadi sekolah agama yang mengadopsi segi-segi positif sekolah pemerintah seperti, penggunaan papan tulis, kursi dan meja, dan penggabungan antara murid laki-laki dan perempuan.